Minggu, 06 September 2009

Solgen Versus Konsumerisme

Solar Generation Indonesia kembali menggelar diskusi reguler pada Sabtu, 5 September 2009. Bertempat di Cimandiri 24, Cikini, Jakarta Pusat, tema yang diangkat kali ini mengulas permasalahan budaya konsumerisme di kalangan anak muda.

Berbeda dari rangkaian diskusi sebelumnya, gelaran kali ini merupakan hasil kerjasama antara Solgen dengan situs www.deconsumption.org, yakni sebuah situs lokal prestisius digawangi sekumpulan anak muda Jakarta yang memokuskan diri pada berbagai kajian, informasi dan kritik terhadap budaya konsumerisme.

M Fajri Siregar selaku pembicara diskusi hari itu, memaparkan betapa manusia pada dasarnya adalah mahluk yang mengkonsumsi. Dan tidak ada yang salah dengan perilaku ini sebab manusia punya berbagai kebutuhan hidup yang mesti dipenuhinya.


Namun dalam perkembangannya, revolusi industri dan penemuan teknologi mengubah perilaku konsumsi masyarakat menjadi kian massif. Didukung oleh teknik pemasaran tertentu lewat iklan media massa, perilaku konsumsi masyarakat kemudian dibangun lewat penggunaan tanda, nilai, prestis dan status sosial yang dilekatkannya pada sebuah produk.

Hal ini membuat batas-batas antara kegunaan sebuah produk (utilitas) mulai digantikan dengan produk-produk yang –bila dikonsumsi– seakan-akan menunjukkan prestis dan status sosial tertentu. Tak pelak, konsumen kita hari ini cenderung membeli sebuah produk tidak lagi berdasarkan kebutuhan dasar semata. Praktik manusia mengkosumsi kemudian dimanipulasi, yakni praktik yang menyimpang dari tujuan awalnya sebagai pemenuhan kebutuhan.

Yang menarik, sejumlah peserta diskusi mensinyalir perilaku mengutamakan prestis daripada kebutuhan dasar tersebut, ada pada sejumlah budaya lokal bangsa Melayu. Maka tak heran bila manipulasi konsumsi bisa tumbuh subur di Indonesia. Ada pula yang menanggapinya dari segi agama, dimana nilai-nilai spiritualitas kini mulai disusupi unsur-unsur bersifat komersil.

Tanggapan yang juga penting disimak, ketika salah seorang peserta menyebutkan fakta betapa konsumerisme juga memicu peningkatan limbah industri, antara lain berupa sampah elektronik (e-waste) yang tak bisa didaur ulang.

Sebagai penutup, Fajri kemudian mengatakan bagaimana anak muda merupakan target pasar yang disukai produsen. Manipulasi prestis dan status sosial lewat praktik konsumsi, bakal menggiring kaum muda pada penemuan jati diri/ esksitensi yang semu: Aku Berbelanja Maka Aku Ada. Untuk itu dibutuhkan upaya penyadaran pada kaum muda akan hal ini.

Ironisnya, wacana dekonsumsi sebagai budaya tanding melawan manipulasi konsumerisme, kini juga mulai dikritik sebagai mitos. Salah satunya adalah gagasan Heath dan Potter dalam buku ‘The Rebell Sell’ (Radikal Itu Menjual, Penerbit Antisipasi, 2009). Buku ini menganggap tak ada jalan keluar dari permasalahan ini, sebab konsumerisme merupakan pengejewantahan langsung dari hakikat kehidupan manusia yang bersifat kompetitif.

Meski didukung argumentasi yang kuat, namun kritik terhadap dekonsumsi ala Heath dan Potter ini tentu saja mengabaikan ekses negatif dan bahaya konsumerisme yang nyata-nyata hidup di tengah kita. Hal inilah yang belum mendapat pembahasan memadai pada diskusi tersebut.

Tentang Deconsumption
Dalam perkenalan awal diskusi, Fajri selaku pembicara menjelaskan, situs deconsumption berawal dari unek-unek mereka tentang budaya konsumerisme yang dituangkan dalam bentuk tulisan. Lewat blog sebagai media informasi, mereka lalu mempublikasikannya sambil mengobarkan kritik terhadap kebiasaan belanja masyarakat yang kian berlebihan.

Respon positif dari publik pun datang seiring niat mereka mengembangkan blog tersebut menjadi sebuah situs yang lebih informatif lagi. Wacana kritik konsumerisme yang diusung Fajri cs kemudian juga menjadi bahasan utama dalam satu edisi Di Udara (fanzine band Efek Rumah Kaca) yang terbit pada Juli 2008. Mereka juga sempat mengisi siaran talkshow di Green Radio pertengahan Agustus lalu.

Langkah selanjutnya, mereka hendak mengajak berbagai kalangan masyarakat untuk merayakan Hari Tanpa Membeli (Buy Nothing Day) yang jatuh pada 20 Oktober mendatang.

1 komentar:

  1. Ide dekonsumerisme sebenarnya bagus sekali jika berhasil diterapkan. Kita terkadang menggunakan sesuatu secara berlebihan tanpa sadar, kalau memang ide ini akan disebarluaskan maka memang harus dimulai ajakan yang positif. Buat konsep yang menarik dan jelas untuk dipublikasikan pada khalayak ramai.

    Kami-kami yang berkecimpung di dunia blog pasti dengan senang hati membantu publikasi ini melalui blog masing-masing :)

    BalasHapus